A Romantic Story About Serena (21 page)

BOOK: A Romantic Story About Serena
12.12Mb size Format: txt, pdf, ePub

Saat
itulah Damian masuk, diantarkan oleh Suster Ana di belakangnya. Perasaan sedih
yang aneh menyeruak di dada Damian ketika dia melihat Serena menatap Rafi yang
terbaring di balik kaca dengan tatapan sendu.

"Serena....",
Damian bergumam pelan, mendadak dikuasai keinginan yang dalam untuk mengalihkan
perhatian Serena dari Rafi.

Suaranya
seperti menyentakkan Serena hingga gadis itu menoleh kaget. Wajahnya langsung
pucat pasi, tidak menduga bahwa Damian akan muncul di sini, matanya menatap
Suster Ana meminta pertolongan,

"Dia
datang disini untuk berbicara Serena, dan dia sudah berjanji tidak akan
melakukan atau mengatakan sesuatu yang akan menyakitimu", gumam Suster Ana
lembut, menyadari kegelisahan yang dirasakan Serena, dia lalu mengamit lengan
Serena, "Mari, kuantar kalian ke ruanganku di mana kalian bisa berbicara dengan
tenang, aku akan meninggalkan kalian di sana"

Seperti
kerbau yang di cocok hidungnya, Serena hanya mengikuti ketika di tuntun ke
ruangan Suster Ana, sedangkan Damian hanya mengikuti di belakang dalam diam,

Ruangan
tetap hening lima menit kemudian ketika suster Ana menutup pintu ruangan dari
luar.

"Aku
minta maaf", gumam Damian dengan lembut akhirnya.

Serena
bersedekap, seolah ingin melindungi dirinya,

"Ya...
Sudah di maafkan... Sekarang... Sekarang bisakah kau pergi ?". Serena
mulai menahan tangisnya. Damian telah benar-benar melukai hatinya, kehadiran
lelaki itu sekarang, berdiri di depannya, menatapnya dengan begitu lembut,
benar-benar membuat emosinya bergejolak.

"Aku
tidak tahu tentang semua ini Serena, baru tadi Vanessa mengungkapkan kebenaran
di depanku. 
Aku tidak tahu.
  tidakkah itu bisa membuat
semuanya sedikit  dimaklumi ?", sambung Damian pelan. "Selama
ini aku salah paham, aku berpikiran buruk tentangmu dan semakin memupuknya dari
hari ke hari. Itu... Itu  juga menyiksaku, antara dorongan untuk
menyayangimu atau menghukummu karena jauh dilubuk hatiku aku mengira  aku
hanya dimanfaatkan", Damian mengerjapkan matanya pedih, "Kalau aku
tahu tentang semua ini, segalanya akan berbeda Serena"

Serena
memejamkan matanya. Mau tak mau permintaan maaf Damian yang begitu tulus itu
mulai menyentuh hatinya. Damian memang tidak bisa disalahkan. Dia tidak tahu.
Lagipula apa yang harus dipikirkan Damian tentang gadis yang melemparkan diri
padanya demi uang selain bahwa gadis itu adalah pelacur ?

"Aku...
Aku mengerti....tidak apa-apa, pilihanku juga untuk tidak mengatakan ini semua
kepadamu", suara Serena terdengar serak. "Dan apapun konsekuensinya
aku sudah bersedia menanggungnya.... Jadi kita impas"

Damian
menatap Serena sedih.

"Serena....
Aku....". Damian mengulurkan tangan hendak meraih Serena, tapi lalu
tertegun ketika Serena mundur seperti ketakutan.

Kesadaran
itu menghancurkan Damian, kesadaran bahwa Serena takut dengan sentuhannya,
mungkin akibat kekasarannya semalam.

Damian
mengusap rambutnya dengan kasar.

"Aku.....
Mungkin semua sudah terlambat. Tapi aku harus mengatakannya.....
Aku
mencintaimu
 Serena, mungkin kau bertanya-tanya kenapa. Tapi aku juga
tidak bisa menjawabnya. Aku juga baru menyadarinya. Itu terjadi begitu
saja", Damian menatap Serena yang hanya termangu dengan wajah pucat pasi,
"Tapi sekarang itu tak penting lagi bukan ? Kesalahanku tidak bisa di
maafkan semudah itu. Dosaku terlalu besar"

Dengan
ragu Damian melangkah ke arah pintu, terdiam sejenak,

"Semua
hutangmu anggap saja sudah lunas. Aku tidak akan menuntut apapun darimu, aku
akan menjauh darimu dan kau tidak perlu takut harus menghadapiku lagi. kau
bebas sebebas-bebasnya. Dan kalau kau masih mau bekerja di perusahaanku. Aku
akan sangat senang.... Tapi aku tidak akan memaksa. Aku sudah terlalu sering
memaksakan kehendakku padamu. Sekarang 
tidak akan
 lagi",
punggung Damian tampak tegang, "Selamat tinggal Serena", gumamnya
pelan sebelum membuka handle pintu.

Serena
termangu menatap punggung yang begitu tegang itu. Pernyataan cinta Damian begitu
mengejutkannya hingga dia tidak bisa mengatakan apa-apa, memang Damian telah
menyakitinya, tapi ada saat saat dimana Damian berhasil membuat hatinya terasa
hangat. Dan kalau dipikir-pikir, selama kebersamaan mereka itu. Tidak pernah
sekalipun Damian menyakitinya dengan sengaja, kecuali saat kemarahan
menguasainya kemarin.

Sekarang
ketika Serena menatap punggung Damian, yang tampak begitu tegang sekaligus
rapuh. Sebuah perasaan hangat menyeruak ke dalam hatinya, sebuah perasaan yang
bertumbuh pelan tanpa dia sadari,

"Damian",
Serena bergumam pelan, tapi cukup untuk membuat Damian membatu di tempat.
Tetapi lelaki itu tidak menoleh, hanya berdiri di sana. Membeku seperti patung.

"Damian",
kali ini Serena mengulang lagi, lebih lembut sehingga Damian menoleh menatap
Serena.

Entah
karena mata  Serena yang menatapnya penuh kelembutan, Entah karena Damian
pada akhirnya sudah tidak bisa menahan perasaannya lagi. Serena tidak tahu,
yang pasti ekspresi Damian berubah seketika.

Dia
membalikkan tubuh. Menatap Serena ragu-ragu. Dan ketika dilihatnya Serena
membuka lengan menyambutnya, Damian mengerang. Kemudian melangkah tergesa ke
arah Serena, tersandung-sandung menghampiri Serena.

Sejenak
mereka berdiri berhadapan. Lalu Damian jatuh berlutut dan memeluk pinggang
Serena, membenamkan wajahnya di perut Serena. Napasnya tersengal menahan
perasaan.

Dengan
lembut Serena memeluk dan mengelus rambut Damian.

"Aku
mencintaimu", Damian berbisik dengan suara parau, wajahnya masih terbenam
di perut Serena, "entah sejak kapan aku mencintaimu. Mungkin sejak pertama
kali aku melihatmu, aku....", napas Damian tersengal, "Aku mungkin
manusia 
paling
 kejam, 
paling
 jahat...tapi
aku... Aku tidak....."

"Damian",
sekali lagi Serena berbisik lembut. Damian mendongakkan wajahnya dan menatap
Serena, wajah Serena penuh air mata, dan tiba-tiba mata Damian terasa panas,

"Jangan
menangis", Tiba-tiba Damian berdiri dan merengkuh Serena ke dalam
pelukannya, memeluknya erat-erat, "Jangan menangis lagi, aku bersumpah
tidak akan pernah membiarkanmu menangis lagi",

Serena
memeluk Damian erat-erat. Permintaan maaf Damian dan kelembutan sikapnya
meluluhkan hatinya, menumbuhkan perasaan baru di dalam hatinya, mereka telah
begitu dekat selama ini, kedekatan yang dipaksakan, tetapi mau tak mau telah
membuka pembatas yang selama ini ada di hati Serena.

Lama
mereka berpelukan, dalam keheningan. Serena menumpahkan tangisnya di pelukan
Damian dan lelaki itu memeluk Serena erat-erat, membenamkan wajahnya di rambut
Serena.

Setelah
tangis Serena mereda, Damian mengangkat dagu Serena agar menghadap ke arahnya,
mengusap air mata di pipi Serena dengan lembut,

"Pulanglah
bersamaku, kembalilah bersamaku Serena, bukan karena uang tiga ratus juta itu.
Aku ingin kau melupakan masalah hutang itu, aku ingin kau bersamaku karena kemauanmu
sendiri. Pulanglah bersamaku Serena, kita mulai lagi semuanya dari awal.... Dan
jika... Dan jika....", Damian menarik napas, menahan perasaannya,
"Jika kau memang belum mencintaiku, aku akan menunggu. Bahkan aku tidak
akan menyentuhmu kalau kau tidak mau, aku tidak akan memaksakan kehendakku, kau
bisa tenang. Aku... Aku hanya ingin kau ada di tempat dimana aku bisa melihatmu
setiap hari",

Serena
menatap Damian, dan melihat ketulusan di sana, melihat cinta di sana yang tidak
di tahan-tahan lagi,

Dia baru
membuka mulutnya untuk menjawab ketika pintu ruangan itu terbuka. Suster Ana
membuka pintu, terlalu panik dan terengah-engah untuk merasa malu ketika
menemukan Damian dan Serena sedang berpelukan,

"Serena
!!!", Suster Ana berusaha menormalkan nafasnya, dia tadi setengah berlari
ke sini, "
Cepat !!!
 Cepat ikuti aku ke ruang perawatan !!!!
 Rafi
sadar 
!!! Dia terbangun dari komanya !!!!!"

*************

 

 

 

BAB
12

Serena
berlari, tanpa sadar melepaskan diri dari pelukan Damian, dia berlari penuh air
mata, ke kamar perawatan Rafi, kerinduannya membuncah, rasa syukurnya tak
tertahankan,

Ketika
sampai di depan pintu perawatan nafasnya terengah, dia berhenti karena pintu
itu masih di tutup rapat, suster Ana tergopoh-gopoh mengejarnya,

"Serena,
jangan masuk dulu, dokter baru menstabilkan kondisinya"

Penantian
itu terasa begitu lama, sampai kemudian Serena diijinkan masuk,
hanya lima menit untuk sekedar menengok Rafi, setelah itu dokter
harus mengevaluasi kondisinya Rafi lagi.

Dadanya
sesak tak tertahankan ketika mata itu balas menatapnya, mata yang selama ini
terpejam, tertidur dalam damai, membuat Serena menanti, mata itu sekarang
terbuka, hidup, dan balas menatapnya,

"Rafi",

Suara
Serena serak oleh emosi, dan tangisnya meledak, dia menghampiri tepi ranjang,
ke arah Rafi yang masih terbaring, pucat dengan alat-alat penunjang kehidupan
yang masih menopangnya, tapi hidup dan membuka mata.

Serena
meraih tangan Rafi dan menciumnya, lalu menangis

"Rafi"

Banyak
yang ingin Serena ungkapkan, dia ingin mengucap syukur karena Rafi akhirnya
bangun, dia ingin merajuk karena Rafi memilih waktu yang begitu lama untuk
terbangun, dia ingin menangis kuat-kuat, tapi semua emosi menyebabkan suaranya
tercekat di tenggorokan.

Air mata
tampak menetes dari pipi Rafi, lelaki itu mencoba berbicara, tetapi tampak
begitu susah payah,

“Stttt….
Kau tidak boleh bicara dulu”, gumam Serena lembut, mencegah Rafi berusaha
terlalu keras, “Mereka  memasang selang di tenggorokanmu, untuk makanan,
kau koma selama kurang lebih dua tahun,

Mata Rafi
menatap Serena, tampak tersiksa, dan dengan lembut Serena mengusap air mata di
pipi Rafi,

“Nanti,
setelah mereka yakin kondisimu membaik, mereka akan melepas selang itu dan kau
akan bisa berbicara lagi, tapi sekarang, kau cukup mengangguk atau menggeleng
saja ya, sekarang…”, Serena menelan ludah, menahan isak tangis yang dalam,
“Sekarang kita harus mensyukuri karena kau akhirnya terbangun, ya ?”

Rafi
menganggukkan kepalanya,dan seulas senyum dengan susah payah muncul dari
bibirnya,

“Sekarang
istirahatlah dulu, dokter akan mengecek kondisimu lagi”, bisik Serena lembut
ketika melihat isyarat dari dokter yang menunggui mereka,

Ketika
Serena akan beranjak, genggaman Rafi di tangannya menguat, Dengan lembut Serena
menoleh dan memberikan senyuman penuh cinta kepada Rafi,

 
“Aku tidak akan kemana-mana, aku harus
menyingkir karena dokter akan memeriksamu lagi, tapi aku tidak akan
kemana-mana, aku akan berada di dekat sini sehingga saat kau butuh nanti aku
akan langsung datang”,

Pegangan
Rafi mengendor, lelaki itu mau mengerti. Dengan lembut Serena mengecup dahi
Rafi dan melangkah menjauh keluar ruangan perawatan. Air matanya mengucur
dengan derasnya ketika dia melangkah menghampiri suster Ana. Suster Ana masih
berdiri di sana dan Serena langsung berlari ke arahnya, menangis keras-keras,

“Dia
sadar suster… dia akhirnya sadar… aku masih tak percaya, selama ini aku hampir
kehilangan harapan. Mulai berpikir kalau Rafi memang tidak mau bangun, mulai
berpikir kalau semua perjuanganku ini sia-sia…. Tapi sekarang..”, Serena
terisak, “Aku tak percaya bahwa pada akhirnya dia sadar… dia kembali dari tidur
panjangnya, dia ada di sini untuk aku…. “,

Dengan 
lembut Suster Ana mengelus rambut Serena,

“Ini
semua karena perjuanganmu Serena, Tuhan melihat keyakinanmu maka ia
mengabulkannya”, mata suster Ana juga berkaca-kaca, terharu melihat pasangan
yang sudah hampir menjadi legenda karena kekuatan cintanya di rumah sakit ini,
akhirnya akan berujung bahagia.

Tapi
kemudian, suter Ana menyadari kehadiran Damian di ujung ruangan, masih
bersandar di pintu lorong ruang perawatan, dengan wajah tanpa ekspresi.

Dengan
lembut dilepaskannya Serena dari pelukannya,

“Eh
mungkin aku harus pergi dulu Serena, mungkin masih ada hal-hal yang ingin
kalian bicarakan? “, suster Ana mengedikkan bahunya ke arah Damian,

Baru saat
itulah sejak pemberitahuan suster Ana tadi, Serena menyadari kehadiran Damian
di ruangan itu. Pipinya langsung memerah mengingat pernyataan cinta Damian,
sesaat sebelumnya. Tapi dia sungguh tidak bisa berkata apa-apa.

Setelah
Suster Ana meninggalkan ruangan itu, suasana menjadi canggung, dalam keheningan
yang tidak menyenangkan.

“Dia
sadar”, gumam Damian akhirnya, memecah keheningan.

Serena
menganggukkan kepalanya, belum mampu bersuara.

Damian
tampak berfikir,

“Kau
bahagia ?”, tanyanya kemudian, lembut.

Serena
mengernyitkan keningnya, Damian telah berubah, menjadi sedikit lebih manusiawi,
menjadi sedikit mudah disentuh. Damian yang dulu tidak akan mungkin menanyakan
itu padanya. Damian yang dulu pasti akan langsung memaksa membawanya pulang
tanpa peduli perasaan Serena.

Other books

Unholy Alliance by Don Gutteridge
Secret Heart by Speer, Flora
Everything That Makes You by Moriah McStay
Fortune & Fame: A Novel by Victoria Christopher Murray, ReShonda Tate Billingsley
Henrietta Sees It Through by Joyce Dennys, Joyce Dennys
A Few Drops of Blood by Jan Merete Weiss
Trouble in Nirvana by Rose, Elisabeth
Murder Is My Business by Brett Halliday